
Jakarta》Jagamerahputih.com — Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung RI 2017-2020 dan Inspektur Jenderal Kementan RI 2021-2023 Dr. Jan S Maringka meluncurkan Channel YouTube Jangan Menyerah (JM) Podcast.
Channel ini berbentuk dialog dua arah yang menghadirkan para pakar, praktisi serta sejumlah tokoh di bidang hukum.
Jan Maringka sapaan akrabnya mengatakan berdirinya Channel YouTube Jangan Menyerah (JM) Podcast merupakan ruang pencerahan hukum untuk membedah kontroversi masalah-masalah hukum dan problematika hukum di masyarakat.
Pada kesempatan itu, Jan Maringka membahas dan mengampanyekan pentingnya Single Prosecution System dalam Sistem Peradilan Pidana Lewat Youtube JM Podcast Channel Youtube JM Podcast baru di Launching sekitar 1 bulan lebih atau tepatnya 29 Maret 2025.
“Podcast ini mengupas tuntas problematika hukum di Indonesia agar masyarakat tercerahkan dan teredukasi,” kata Jan Maringka dalam rilisnya, Senin (5/5/2025) di Jakarta.
Pendiri JM & Partners Law Firm – 2025 ini menjelaskan Channel YouTube Jangan Menyerah (JM) Podcast secara berkala akan menghadirkan para tokoh dan pakar hukum, terutama yang relevan dalam konteks problematika hukum yang berkembang.
“Kemarin di Podcast YouTube pertama menghadirkan Dr. Azmi Syahputra Sekjen Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki), dengan tema kehadiran UU TNI Wujudkan Single Prosecution System dalam Sistem Peradilan Pidana. Untuk tema kedua bersama Laksda (Purn) Soleman B Ponto, Ka BAIS TNI periode 2011- 2013 membahas Peran Intelijen dalam Tugas-Tugas Penegakan Hukum,” ujar Jan Maringka.
Untuk tema ketiga, Channel YouTube Jangan Menyerah (JM) Podcast akan menghadirkan mantan Hakim Agung dan lainnya yang akan membahas masalah-masalah peradilan umum dan sebagainya.
“JM Podcast bisa di klik https://youtu.be/npk952lrrS0 atau bisa searching google ketik Jangan Menyerah (JM) Podcast. Para netizen bisa tulis komentar dan ulasan sebagai masukan Channel YouTube ini lebih baik lagi,” ujar Jan Maringka.
Peradilan Koneksitas
Dosen Trisakti Dr. Azmi Syaputra yang juga Sekjen Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki), saat Podcast YouTube menyoroti peradilan koneksitas.
Dia menyebut peradilan koneksitas sudah diatur dalam Pasal 89 sampai Pasal 94 dam Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUAP), Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.
“Kalau kita rujuk nanti ke dalam, katakanlah dalam Rancangan KUAP, hari ini kan diatur di dalam Pasal 161-165. Ini akan menjadi pertanyaan kalau memang mau diatur, kejaksaan malah lebih ada dan lebih detail sebelum UU Nomor 8 Tahun 1981,” ungkap Azmi.
Bahkan, kata Azmi di Undang-Undang, Nomenklatur ini langsung ada disebutkan kepada Jaksa Agung dalam wujud Jaksa Agung Muda Pidana Militer, melalui Jaksa Tinggi Bidang Pidana Militer dan terus ada oditur jenderal TNI didalamnya.
Selain itu juga diatur kalau ada perbedaan antara Jaksa Agung Pidana Militer dengan Oditur jenderal TNI.
Maka, Jaksa Agung mengambil keputusan akhir guna mengakhiri perbedaan pendapat, sebagaimana diatur dalam ayat 2.
“Kalau kita lihat di sini yang menjadi repot Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer yang memang dari kalangan militer. Oditur juga dari militer. Terus ini juga diatur ada kalimat yang nanti disini akan sulit sekali mencari titik keseimbangannya, Apa ini yang dimaksud dengan kepentingan militer?,” tanya Azmi.
Dia menyebut pro dan kontra penolakan UU TNI adalah bagian dari dialektika demokrasi. Sebab sudah tercatat dalam perjuangan reformasi dan sudah ada pemisahan antara fungsi TNI-Polri dalam posisi negara antara sipil dan profesional TNI.
“Ada kekhawatiran terkait isu sensitif berkaitan perluasan tugas TNI, yang tadinya hanya 10 menjadi 16 fungsi. Misalnya, bisa berperan masuk ke dalam bidang pemberantasan Narkoba Cyber, Basarnas dan lainnya sehingga orang berpikir kenapa urusan-urusan sipil kok diambil TNI, walaupun kadang kita melihat faktanya banyak orang TNI yang sudah masuk di jabatan tertentu tersebut sebelumnya,” ujar Azmi.
Namun, dengan lugas dan tegas, Jan Maringka meluruskan opini tersebut keliru dan tidak benar. Ketentuan ini justru memberi penegasan saja atas apa yang sudah terjadi.
“Di luar 16 jabatan itu, para TNI harus pensiun,” tegas Jan Maringka. (**)